Facebook Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 03 Juni 2011

PENGHUNI SURGA YG TANPA HISAB DAN ADZAB

MediaMuslim.Info – Segala yang ada di dunia
ini adalah fana dan tiada yang kekal, tapi bukan
berarti telah berakhir sampai disini. Tapi
menuju ke alam berikutnya yaitu hari akhir,
suatu kehidupan yang kekal tiada berakhir.
Semua jiwa pasti akan kembali kepada pemilik
dan penciptanya yaitu Alloh Subhanahu wa
Ta’ala. Setelah ditiup sangkakala yang kedua
seluruh manusia dibangkitkan dari kuburan-
kuburan mereka dalam keadaan tidak
membawa apa pun, tidak beralas kaki, tidak
berbusana, dan juga tidak berkhitan.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Aisyah,
bahwa baginda Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda, yang artinya: “Manusia
akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam
keadaan tidak beralas kaki, tidak berbusana,
dan tidak berkhitan.” Kemudian Aisyah berkata:
“Wahai Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam! Apakah seluruh para wanita dan
laki-laki seperti itu, sehingga saling melihat
diantara mereka? Beliau Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam menjawab, yang artinya: “Wahai
Aisyah! Kondisi waktu itu amat ngeri dari pada
sekedar melihat antara satu dengan
lainnya.” (HR: Al Bukhari no 6527 dan Muslim
no. 2859)
Setelah itu manusia dikumpulkan di padang
mahsyar menanti penghisaban (perhitungan)
semua amal perbuatannya selama hidup di
dunia. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
yang artinya: “Sesungguhnya kepada Kami-lah
mereka akan kembali, kemudian sesungguhnya
kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS:
Al Ghasyiyah: 25-26)
Tahap penghisaban amal perbuatan manusia
dipadang mahsyar merupakan bagian adzab
dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap siapa
yang dihisap pada hari itu. Rasululloh
Shallallaahu‘Alaihi Wasallam besabda, yang
artinya: “Barangsiapa yang dihisab pada hari
kiamat bararti dia telah merasakan adzab.”
Aisyah berkata: “Wahai Rasululloh Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam bukankah Alloh Subhanahu
wa Ta’ala telah berfirman (yang artinya):
“(Adapun orang yang diberikan kitabnya dari
sebelah kanan) maka dia akan dihisab dengan
hisab yang mudah.”(QS: Al Insyiqaq:
Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam
menjawab: “Sesungguhnya itu adalah sekedar
memperlihatkan amalannya, tetapi barangsiapa
yang diperiksa penghisabannya pada hari
kiamat berarti dia telah merasakan adzab.” (HR:
Muslim no. 2876)
Pada hari penghisaban saja sangat mengerikan
dan tersiksa. Bagaimana lagi dengan bentuk
adzab dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala di
neraka jahannam nanti. Rasululloh Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam telah menggambarkan
tingkatan neraka yang paling ringan,
sebagaimana dalam hadits yang shahih, yang
artinya:“Sesungguhnya adzab yang paling
ringan bagi penghuni neraka adalah seseorang
yang bersandalkan dengan api neraka, maka
mendidihlah otaknya disebabkan dari panas
kedua sandalnya.” (HR: Muslim no. 211)
Namun Alloh Subhanahu wa Ta’ala Al Ghaffur
(Yang Maha Pengampun) dan Ar Rahim (Yang
Maha Pengasih) telah membentangkan rahmat-
Nya yang amat luas. Diantara rahmat Alloh
Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan
petunjuk kepada manusia tentang jalan yang
dapat mengantarkan ke dalam al janah tanpa
hisab dan adzab. Jalan tersebut telah dijelaskan
oleh Rasululloh Shallallaahu‘Alaihi
Wasallam dalam haditsnya, yang artinya:
“Akan masuk al jannah dari umatku tujuh
puluh ribu tanpa hisab dan adzab (dalam
riwayat lain; wajah-wajah mereka bercahaya
bagaikan cahaya rembulan di bulan purnama).”
Kemudian Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam berdiri dan masuk ke dalam rumah.
Sementara para shahabat
Rasululloh Shallallaahu‘Alaihi
Wasallam menduga-duga siapakah golongan
mereka itu. Diantara para shahabat ada yang
menduga;“Semoga mereka adalah orang-
orang yang menjadi shahabatnya”. Yang lainnya
mengira; “Semoga mereka adalah orang-
orang yang lahir dalam keadaan Islam dan tidak
pernah berbuat kesyirikan”, dan perkiraan-
perkiraan yang lainnya. Kemudian Rasululloh
Shallallaahu‘Alaihi Wasallam keluar dari
rumahnya dan mengkhabarkan sifat golongan
yang bakal menjadi penghuni al jannah tanpa
hisab dan adzab. Beliau Shallallaahu‘Alaihi
Wasallam bersabda, yang artinya: “Mereka itu
adalah orang-orang yang tidak meminta kay
(praktek pengobatan dengan menempelkan
besi panas atau semisalnya pada bagian tubuh
yang sakit), tidak meminta ruqyah, dan tidak
pula berfirasat sial (dengan sebab melihat
sesuatu yang disangka ganjil seperti burung dan
semisalnya), serta mereka bertawakkal penuh
kepada Rabb mereka.” Kemudian Ukasyah bin
Mihshan berdiri seraya berkata: “(Wahai
Rasululloh) berdo’alah kepada Alloh Subhanahu
wa Ta’ala supaya aku termasuk golongan
mereka. Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda: “Engkau termasuk dalam
golongan tersebut”. (HR: Al Bukhari no. 5752
dan Muslim no. 374)
Dalam riwayat Al Imam Ahmad 2/359 dan
lainnya, Rasululloh Shallallaahu‘Alaihi
Wasallam bersabda, yang artinya: “Maka aku
meminta tambahan dari Rabb-ku, sehingga
Alloh menambah dalam setiap seribu orang
bersama tujuh puluh ribu orang.” (Lihat Ash
Shahihah no. 1486)
Dalam riwayat di atas menunjukkan luasnya
rahmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala.
Karena Alloh telah menambah dalam setiap
seribu orang bersama tujuh puluh ribu orang.
Demikian pula Alloh tidak mengkhususkan yang
berhak meraih keutamaan tersebut hanya bagi
para shahabat Rasululloh Shallallaahu‘Alaihi
Wasallam atau orang yang yang lahir dalam
keadaan Islam dan tidak pernah berbuat
kesyirikan sebagaimana yang dikira para
shahabat Rasululloh Shallallaahu‘Alaihi
Wasallam. Namun Alloh Subhanahu wa
Ta’ala membuka lebar-lebar pintu rahmat
kepada siapa yang berupaya menghiasi dirinya
dengan sifat-sifat tersebut dia lah yang berhak
meraih al jannah tanpa hisab dan tanpa adzab.
Semoga Alloh Subhanahu wa
Ta’ala menjadikan kita termasuk golongan
mereka.
Ciri Ciri Golongan Penghuni Al Jannah
Tanpa Hisab Dan Adzab
Pertama: Tidak Meminta Kay
Kay adalah praktek pengobatan dengan cara
menempelkan besi atau semisalnya yang telah
dipanaskan pada bagian tubuh yang sakit.
Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda, yang artinya:
“Penyembuhan itu dengan tiga hal: minum
madu, berbekam, dan kay, tetapi aku melarang
umatku dari pengobatan kay. (Dalam riwayat
lain; Dan aku tidak mencintai pengobatan
dengan kay)” (HR: Al Bukhari no. 5680)
Hadits-hadits di atas menunjukkan hukum
pengobatan dengan kay adalah boleh tapi
makruh (dibenci), sehingga yang lebih utama
adalah ditinggalkan. Karena Rasululloh
Shallallaahu‘Alaihi Wasallam mencintai
umatnya untuk meniggalkan pengobatan
dengan cara kay. Terlebih lagi berobat dengan
kay bisa menjadi penghalang untuk masuk ke
dalam Al Jannah tanpa hisab dan adzab.
Kedua: Tidak Meminta Ruqyah
Ruqyah adalah praktek pengobatan dengan
membacakan ayat-ayat Al Qur’an atau nama-
nama dan sifat-sifat-Nya kepada si penderita.
Karena seluruh ayat-ayat Al Qur’an itu sebagai
obat hati dan jasmani. Alloh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan Kami
menurunkan Al Qur’an itu sebagai obat dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS:
Al Isra’: 82)
Namun yang menjadi penghalang untuk masuk
bagian dari golongan penghuni al jannah tanpa
hisab dan adzab inikhusus bagi orang yang
meminta ruqyah bukan yang meruqyah
dirinya sendiri ataupun orang lain yang
meruqyahnya tanpa ada unsur
permintaan darinya. Adapun kalau dia
sendiri meruqyah itu memang perkara yang
lebih utama, karena dia telah bertawakkal
penuh kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan
menjauhkan dirinya dari bergantung kepada
selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Demikian
pula orang lain yang meruqyah tanpa unsur
permintaan dari si penderita itu pun tidak
mengapa. Karena konteks hadits itu adalah
yang bermakna“Tidak Meminta Ruqyah”.
Sesungguhnya malaikat Jibril pernah datang
kepada Rasululloh Shallallaahu‘Alaihi
Wasallam lalu berkata, yang artinya: “Wahai
Muhammad, apakah engkau lagi sakit?
Rasululloh Shallallaahu‘Alaihi Wasallam
menjawab: Ya. Kemudian malaikat Jibril
meruqyahnya tanpa permintaan dari Nabi
Shallallaahu‘Alaihi Wasallam.” (HR: Muslim
no. 2186)
Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam juga
pernah ditanya tentang meruqyah, maka beliau
Shallallaahu‘Alaihi Wasallam bersabda, yang
artinya: “Barangsiapa diantara kalian yang
dapat memberikan manfaat bagi saudaranya,
maka lakukanlah.” (HR: Muslim no. 2199)
Ketiga: Tidak Bertathayyur
Tathayyur adalah sikap berprasangka sial yang
disandarkan kepada sesuatu yang dilihat atau
pun yang didengar. Misalnya, kebiasaan orang
Arab terdahulu bila hendak safar (berpergian)
melihat arah terbangnya burung. Bila terbang
ke arah kanan maka safar akan dilakukan,
sebaliknya bila terbang ke arah kiri
menujukkan kesialan maka safar dibatalkan.
Begitu pula ada sebagian orang yang
menganggap sial atau pertanda akan ada
musibah bila mendengar suara burung gagak di
malam hari atau bila melihat cecak jatuh.
Diantara waktu-waktu, hari-hari, atau bulan-
bulan pun ada yang dianggap sial untuk
diselengarakan acara-acara tertentu. Dan
sebagainya dari tanda-tanda yang dianggap sial
yang tersebar dimasyarakat kita.
Tathayyur ini merupakan perbuatan terlarang.
Karena telah menyandarkan kesialan kepada
sesuatu yang sama sekali tidak ada
hubungannya secara logis dan sebab
musababnya. Termasuk aqidah kaum muslimin
beriman kepada taqdir Alloh Subhanahu wa
Ta’ala. Bahwa segala sesuatu yang terjadi di
muka bumi ini tarjadi atas kehendak Alloh
Subhanahu wa Ta’ala semata. Bila Alloh
Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sesuatu
pasti akan terjadi, dan sebaliknya bila Alloh
Subhanahu wa Ta’ala tidak menghendaki
sesuatu pasti tidak akan terjadi. Sehingga orang
yang bertathayyur itu telah mengurangi nilai
tawakkalnya kepada Alloh Subhanahu wa
Ta’ala karena ia menyangka bahwa ada selain
Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang bisa
mendatangkan kesialan.
Padahal Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
yang artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya
kesialan mereka itu merupakan taqdir Alloh,
akan tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahuinya.” (QS: Al A’raf: 131)
Keempat: Bertawakal Kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala
Bahwa sifat yang keempat ini merupakan buah
dari tiga sifat sebelumnya. Maksudnya, dengan
meninggalkan pengobatan kay, meninggalkan
untuk meminta ruqyah dan meninggalkan
tathayyur menunjukkan kemurnian
tawakkal seseorang kepada Alloh Subhanahu
wa Ta’ala. Karena seseorang tersebut telah
melepas dari segala ikatan-ikatan
ketergantungan kepada sesuatu selain Alloh
Subhanahu wa Ta’ala dan menyandarkan nasib
dan hasilnya itu hanya kepada Alloh Subhanahu
wa Ta’ala. Sehingga barangsiapa yang benar-
benar bertawakkal kepada Alloh Subhanahu
wa Ta’ala, niscaya Alloh Subhanahu wa Ta’ala
sebagai pencukupnya di dunia dan di akhirat
kelak nanti akan digolongkan sebagai pewaris
Al Jannah tanpa hisab dan tanpa adzab. Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Alloh,
maka Dia sebagai pencukup baginya.” (QS: Ath
Thalaq: 3)
Perlu kita pahami disini, bukan berarti Islam
melarang untuk berobat. Sesungguhnya sifat
penghuni Al Jannah tanpa hisab dan adzab itu
karena mereka meninggalkan pengobatan yang
dibenci (makruh) disaat sangat
membutuhkannya dengan mencukupkan dirinya
untuk bertawakkal hanya kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala. Adapun berobat dengan
sesuatu yang tidak dilarang maka tidak
mengurangi tawakkal kita kepada Alloh
Subhanahu wa Ta’ala.
Ada seseorang yang bertanya kepada
Rasululloh Shallallaahu‘Alaihi Wasallam:
“Wahai Rasululloh Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam bolehkah aku berobat? Rasululloh
Shallallaahu‘Alaihi Wasallam seraya
menjawab: “Tentu, wahai hamba Alloh
berobatlah kalian. Karena Alloh Subhanahu wa
Ta’ala tidak menciptakan penyakit melainkan
pasti diciptakan pula obatnya, kecuali satu
penyakit.” Kemudian para shahabat bertanya:
“Apa itu (Wahai Rasululloh Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam) Rasululloh Shallallaahu
‘Alaihi Wasallam menjawab: “Penyakit pikun
(karena ketuaan).” (HR: Ahmad, dishahihkan Asy
Syaikh Al Albani dalam Ghayatul Maram hal.
147). Semoga kita termasuk sebagai hamba
Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang
berkesempatan dan diberikan hidayah serta
kekuatan oleh Alloh Subhanahu wa Ta’ala;
untuk menjadi Penghuni-Penghuni Al Jannah
Tanpa Hisab dan Adzab. Amien….